https://toraja.times.co.id/
Berita

Waduh, 14 Desa di Pangandaran Punya Potensi Konflik Tanah dengan Kehutanan

Rabu, 08 Oktober 2025 - 15:30
Waduh, 14 Desa di Pangandaran Punya Potensi Konflik Tanah dengan Kehutanan Dede Adiana penggiat Rumah Perjuangan 145 Pangandaran (Foto: Syamsul Ma'arif/TIMES Indonesia)

TIMES TORAJA, PANGANDARAN – Pegiat Rumah Perjuangan 145 Pangandaran, Dede Adiana mensinyalir rawan terjadi potensi konflik pertanahan antara masyarakat sejumlah desa di Kabupaten Pangandaran dengan pihak kehutanan.

"Sedikitnya ada 14 Desa di 2 Kecamatan se Kabupaten Pangandaran yang memiliki perbatasan dengan pihak kehutanan," kata Dede, Rabu (8/10/2025).

Dede menambahkan, ke 14 Desa tersebut berlokasi di 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Langkaplancar dan Kecamatan Cigugur.

Untuk Kecamatan Langkaplancar ada 10 Desa yang berbatasan dengan kehutanan antaralain Desa Bangunkarya, Desa Jadimulya, Desa Bunguraya, Desa Langkaplancar, Desa Cimanggu, Desa Jadikarya, Desa Cisarua, Desa Karangkamiri, Desa Pangkalan, Desa Jayasari.

Sedangkan di Kecamatan Cigugur ada 4 Desa diantaranya, Desa Campaka, Desa Harumandala, Desa Pagerbumi dan Desa Kertajaya.

"Potensi konflik tanah antara masyarakat dengan kehutanan bisa saja terjadi lantaran letak batas penentuan wilayah dilakukan hanya 10 tahun satu kali," tambah Dede.

Dede menjelaskan, masyarakat minim pemahaman tentang status tanah, hal tersebut bisa berdampak tidak akuratnya lokasi batas tanah. 

"Mereka tidak paham dan tidak berani bertanya soal batas tanah dan status tanah, sehingga hal ini sangat berpotensi terjadinya konflik dikemudian hari," jelas Dede.

Diterangkan Dede, disebuah lokasi perkampungan ada kawasan yang di claim sebagai kawasan hutan, di lokasi tersebut masyarakat melakukan aktivitas, dampaknya masyarakat terkena sangsi berupa teguran dari beberapa pihak.

"Harapan kami masyarakat dan Kepala Desa memiliki kesadaran terkait batas wilayah yang masuk kawasan kehutanan dan tanah masyarakat," tegas Dede.

Dede menerangkan, di salah satu Desa dari 14 Desa tersebut disinyalir ada tanah adat Desa yang sudah di claim sebagai kawasan kehutanan.

"Ketika status legalitas tanah terjadi tumpang tindih, maka berdampak pada persoalan sosial dan ekonomi juga kesejahtraan masyarakat," terangnya.

Selain itu, Dede juga menyebutkan di sebuah wilayah ada yang sudah berpenghuni beberapa Kepala Keluarga, tetapi daerah itu diklaim sebagai tanah kehutanan. (*)

Pewarta : Syamsul Ma'arif
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Toraja just now

Welcome to TIMES Toraja

TIMES Toraja is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.